Judul : Aerie Tales (bahasa jepang:Nakazora no toki ;なかぞらの時)
Penulis : Sondos A. Al Saqqa
Penerbit : Tanaka Ken (Kolektif aktivis perjuangan kemerdekaan Palestina)
Tahun terbit : Desember 2024
Aerie Tales atau dalam bahasa Jepang Nakazora no toki adalah buku kumpulan puisi ciptaan Sondos A. Al Saqqa.
Sondos Saqqa sendiri merupakan seorang yang lahir di Gaza Palestina 30 tahun yang lalu. Dirinya memiliki ketertarikan pada filsafat, puisi dan sastra dimulai ketika 8 tahun, yang pada saat itu tengah menempuh pendidikan sastra Inggris.
Latar belakang itulah yang kemudian mendorong dirinya untuk merefleksikan dan mengungkapkan perasaannya ke dalam bait-bait puisi. Puisi puisinya banyak mengambil keadaan serta peristiwa-peristiwa nyata yang ia rasakan dan liat, utamanya mengenai peperangan dan penindasan.
Bukunya—sebagaimana dalam ulasan ini—merupakan buku pertama yang banyak diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa oleh para aktivis Pro Palestine. Sebuah kehormatan untuk berkenan mengulas dan membagikan cerita di balik bagaimana buku ini sampai terbit dan kini berada di tangan kami. Buku ini pun kami terima dari seorang aktivis perjuangan kemerdekaan Palestina di Jepang saat mengadakan aksi protes dan penggalangan dana.
Sampul dari buku ini dihiasi dengan animasi bentuk kastil berbendera Palestina, dengan elemen-elemen pohon dan latar waktu malam penuh bintang berformat hitam putih. Halaman pertama dari buku ini diawali dengan ungkapan dari penulis;
To my parents
And to Palestine
Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa buku ini ditulis bukan hanya untuk keluarga Sondos Saqqa, tapi juga untuk rakyat Palestina pada umumnya. Dalam kata pengantar, penulis mengharapkan pada pembaca untuk membuka mata lalu menanyakan dalam hati apakah hal yang terjadi di Palestina sebuah hal yang benar?
Penulis berharap pada pembaca untuk selalu memberi cinta dan menebar bunga, sebagai simbol perdamaian pada setiap orang di dunia serta saling mencintai antar sesama.
Puisi pertama dari buku ini yang berjudul 'Melarikan Diri Ke Dunia Bunga' (Escape To A Flowery World) ditulis dari sudut pandang penulis yang memimpikan dirinya menari dan melebur bersama bunga.
Puisi-puisi selanjutnya yang total berjumlah setidaknya 11 puisi dari buku ini ditulis dengan mengambil tema besar yaitu perang.
Sondos A. Al Saqqa banyak mengungkapkan keadaan yang dialami masyarakat Palestina dan harapan serta perjuangan tiap orang palestina. Penderitaan masyarakat Palestina turut dituangkannya melalui puisi berjudul 'Larangan Keamanan dan Harapan' (A Security Ban And Wish), dirinya menggambarkan bagaimana perjuangan seorang anak Gaza yang sekadar ingin melihat ayahnya yang dipenjara di hari ulang tahunnya.
Larangan keamanan dan harapan
Laba-laba hampir selesai menjahit benang sutra terakhirnya
nyamuk terbang rendah untuk menangkap sasaran, dan gigi berlubang yang mengganggu memakan sisa benang di mulut
Larangan keamanan dan harapan
Laba-laba hampir selesai menjahit benang sutra terakhirnya
nyamuk terbang rendah untuk menangkap sasaran, dan gigi berlubang yang mengganggu memakan sisa benang di mulut
Hayat
Hayat duduk di kamarnya, mencoret-coret garis kusut dan menghitung malam,
hari demi hari, tetapi hari itu terlalu jauh!
Matahari terbit, dan Hayat masih terjaga. Dia menumpahkan air ke wajah bayinya, lalu dia langsung pergi ke lemari kecilnya yang sebagian dimakan oleh kematian.
Dia mengambil kemeja dan celana panjang, dan mengikat salah satu sepatu di tangga.
Dia naik taksi untuk mencapai penjara lebih awal, dan dengan demikian dia dapat mencuri pandang ke ayahnya, Ahmed yang berusia 50 tahun,
yang ditangkap pada tahun 1998 karena melakukan serangan di Yerusalem yang menewaskan seorang warga Israel dan melukai yang lain
Dia menjalani hukuman seumur hidup saat ini
Hayat tiba di penjara hanya dalam waktu 5 menit sebelum akhir kunjungan keluarga kepada para tahanan mereka
Seperti biasa, dia tidak mampu menahan rasa laparnya untuk memeluk ayahnya selama beberapa menit atau bahkan detik! Pasukan pendudukan selalu berkata kepadanya: "Ada larangan keamanan, jadi tidak ada jalan bagi keluargamu."
Dan lagi pada puisi lainnya yang berjudul 'Kami Membunuh Mawar dan Kebahagiaan' (We Kill Roses And Happiness), penulis mengiaskan keadaan rakyat Palestina seperti mawar di taman yang dicabut oleh seorang untuk sekadar menikmati aromanya.
Kita membunuh mawar dan kebahagiaan
Aku melihat mawar merah mengobrol dengan teman-temannya tentang menciptakan dunia kebahagiaan yang penuh warna
Dunia mendengar rencana mereka dan tersenyum
Tiba-tiba, seorang pria datang dan mencabut mawar merah untuk menikmati aromanya yang manis
Mawar merah mati dengan lembut dan teman-temannya terdiam
Rencana mereka rusak dan dunia berhenti tersenyum
Sondos A. Al Saqqa juga mengkiaskan bagaimana kronologi sejarah sebenarnya tentang pendudukan di Palestina lewat puisi singkatnya berjudul 'Korban' (Victim).
Korban
Aku melihat seekor burung dengan hati yang berdarah;
Aku memberinya hatiku
Lalu aku berdarah dan berdarah.
Unsur ekstrinsik yang ingin diangkat lewat puisi itu mungkin adalah konflik yang berawal pada tahun 1917 dimana orang-orang yahudi memiliki rencana untuk mendirikan tanah bagi orang yahudi di Palestina, yang pada saat itu dikuasai kesultanan Ottoman.
Hayat duduk di kamarnya, mencoret-coret garis kusut dan menghitung malam,
hari demi hari, tetapi hari itu terlalu jauh!
Matahari terbit, dan Hayat masih terjaga. Dia menumpahkan air ke wajah bayinya, lalu dia langsung pergi ke lemari kecilnya yang sebagian dimakan oleh kematian.
Dia mengambil kemeja dan celana panjang, dan mengikat salah satu sepatu di tangga.
Dia naik taksi untuk mencapai penjara lebih awal, dan dengan demikian dia dapat mencuri pandang ke ayahnya, Ahmed yang berusia 50 tahun,
yang ditangkap pada tahun 1998 karena melakukan serangan di Yerusalem yang menewaskan seorang warga Israel dan melukai yang lain
Dia menjalani hukuman seumur hidup saat ini
Hayat tiba di penjara hanya dalam waktu 5 menit sebelum akhir kunjungan keluarga kepada para tahanan mereka
Seperti biasa, dia tidak mampu menahan rasa laparnya untuk memeluk ayahnya selama beberapa menit atau bahkan detik! Pasukan pendudukan selalu berkata kepadanya: "Ada larangan keamanan, jadi tidak ada jalan bagi keluargamu."
Dan lagi pada puisi lainnya yang berjudul 'Kami Membunuh Mawar dan Kebahagiaan' (We Kill Roses And Happiness), penulis mengiaskan keadaan rakyat Palestina seperti mawar di taman yang dicabut oleh seorang untuk sekadar menikmati aromanya.
Kita membunuh mawar dan kebahagiaan
Aku melihat mawar merah mengobrol dengan teman-temannya tentang menciptakan dunia kebahagiaan yang penuh warna
Dunia mendengar rencana mereka dan tersenyum
Tiba-tiba, seorang pria datang dan mencabut mawar merah untuk menikmati aromanya yang manis
Mawar merah mati dengan lembut dan teman-temannya terdiam
Rencana mereka rusak dan dunia berhenti tersenyum
Sondos A. Al Saqqa juga mengkiaskan bagaimana kronologi sejarah sebenarnya tentang pendudukan di Palestina lewat puisi singkatnya berjudul 'Korban' (Victim).
Korban
Aku melihat seekor burung dengan hati yang berdarah;
Aku memberinya hatiku
Lalu aku berdarah dan berdarah.
Unsur ekstrinsik yang ingin diangkat lewat puisi itu mungkin adalah konflik yang berawal pada tahun 1917 dimana orang-orang yahudi memiliki rencana untuk mendirikan tanah bagi orang yahudi di Palestina, yang pada saat itu dikuasai kesultanan Ottoman.
Dengan diadakan deklarasi Balfour di Inggris, orang orang yahudi dari eropa berbondong-bondong datang ke Palestina.
Masyarakat Palestina sebenarnya pada awalnya menerima orang orang yahudi dengan baik apalagi setelah terjadi pembantaian terhadap orang-orang yahudi oleh Nazi Jerman pada tahun 1941 yang disebut Holocaust.
Namun pada tahun-tahun selanjutnya, orang-orang yahudi malah mengklaim wilayah-wilayah Palestina sebagai milik mereka dan menindas masyarakat Palestina yang dulunya menyambut mereka dengan tangan terbuka.
Ideologi zionisme mereka yang akhirnya membuat konflik konflik kecil merambah menjadi peperangan hingga saat ini. Kronologi sejarah itulah yang dikiaskan oleh Sondos Saqqa seperti seorang yang merasa kasian pada burung yang terluka, sehingga memberikan hatinya pada burung itu tapi seorang itu yang akhirnya menjadi terluka.
Puisi puisi Sondos Saqqa memang disusun dengan diksi-diksi yang terlampau sederhana, atas persinggungan yang barangkali tak jauh dari keseharian. Namun penulis berhasil membuat pembaca membayangkan latar, waktu, tempat dan suasana batin sang penulis sendiri, menjadi sebuah kelebihan dari puisi-puisinya.
Puisi puisi Sondos Saqqa memang disusun dengan diksi-diksi yang terlampau sederhana, atas persinggungan yang barangkali tak jauh dari keseharian. Namun penulis berhasil membuat pembaca membayangkan latar, waktu, tempat dan suasana batin sang penulis sendiri, menjadi sebuah kelebihan dari puisi-puisinya.
Tema tema yang diambil dari kondisi dan suasana yang dialami penulis membuat puisi-puisi Sondos Saqqa masuk secara halus ke dalam hati para pembaca. Puisinya pun tidak ditulis dengan banyak bait sehingga nyaman untuk dibaca saat santai.
Kekurangan atau kami menyebutnya sebagai ketidaksempurnaan dari buku ini adalah sampul buku yang memakai format hitam putih sehingga kurang menarik bagi pembaca, tapi bagi kami hal tersebut bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak mengapresiasi buku ini.
Kekurangan atau kami menyebutnya sebagai ketidaksempurnaan dari buku ini adalah sampul buku yang memakai format hitam putih sehingga kurang menarik bagi pembaca, tapi bagi kami hal tersebut bukan menjadi sebuah alasan untuk tidak mengapresiasi buku ini.
Mengingat buku ini mempunyai makna tersendiri bagi sang penulis yaitu Sondos A. Al Saqqa, buku disebut sebagai simbol perlawanan dan perjuangan. Buku yang dicetak oleh aktivis pro Palestine ini murni diterbitkan untuk dijual, lalu dana yang dikumpulkan dari penjualan didonasikan penulis kepada khususnya dan rakyat Palestina pada umumnya.
Buku ini juga sebagai bentuk dukungan bahwa masih banyak insan-insan yang peduli dan yakin bahwa perdamaian bisa diwujudkan di dunia ini, terkhusus di Palestina.
Dukungan, doa dan harapan dari orang orang yang yakin bahwa antar sesama harus saling menebar senyum dan kebahagiaan, tanpa melihat latar belakang karena sejatinya aku, kamu dan mereka adalah setara tanpa kelas tanpa sekat.
Untuk Sondos A. Al Saqqa, kami berterima kasih dan bangga terhadap apa yang dirinya lakukan. Dirinya berhasil menyakinkan bahwa emosi dapat diterjemahkan lewat kata, harapan dan kegembiraan bisa ditularkan, dan dunia yang kita impikan bisa kita definisikan lewat puisinya. Dan bagi penerbit yakni aktivis pro Palestine, seakan mengajarkan bahwa setiap perjuangan di muka bumi adalah saling berhubungan.
Dukungan, doa dan harapan dari orang orang yang yakin bahwa antar sesama harus saling menebar senyum dan kebahagiaan, tanpa melihat latar belakang karena sejatinya aku, kamu dan mereka adalah setara tanpa kelas tanpa sekat.
Untuk Sondos A. Al Saqqa, kami berterima kasih dan bangga terhadap apa yang dirinya lakukan. Dirinya berhasil menyakinkan bahwa emosi dapat diterjemahkan lewat kata, harapan dan kegembiraan bisa ditularkan, dan dunia yang kita impikan bisa kita definisikan lewat puisinya. Dan bagi penerbit yakni aktivis pro Palestine, seakan mengajarkan bahwa setiap perjuangan di muka bumi adalah saling berhubungan.
Dengan napas yang sama, kita bergerak mewujudkan apa yang kita perjuangkan atas dasar keadilan. Tanpa keterkaitan terhadap yang lain, sebuah perjuangan hanyalah 'kumpulan yang saling terpisah dan memisahkan', yang pada akhirnya sama konvensional dan pasifnya dengan tenda-tenda liburan yang merupakan pelarian di waktu santai orang-orang modern.
Emoticon