PADA tahun 1503 Raden Patah dibantu oleh para wali dan guru agama mendirikan kerajaan Islam Demak Bintara. Kemajuan Bintara sangat pesat dan pengaruhnya mulai masuk ke kerajaan Majapahit.
Beberapa bangsawan Majapahit pun masuk Islam. Kota Demak dijadikan pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan, dan penyebaran agama Islam ke seluruh Jawa. Sebagai lambang negara Islam dibangun Masjid Agung Demak yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu.
Pada masa kekuasaan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak berhasil menaklukan Majapahit. Dengan keruntuhan Majapahit, kerajaan Demak menjadi kerajaan Islam penguasa tunggal di Jawa.
Sisa-sisa penguasa Majapahit yang tidak mau tunduk ke Demak memindahkan pusat kerajaannya ke Sengguruh dan ada pula yang menyingkir ke Ponorogo dan lereng Gunung Lawu. Kemudian, Kesultanan Demak Bintoro berupaya membawa semua barang-barang warisan dari Kerajaan Majapahit ke Demak. Salah satunya adalah pendopo Kerajaan Majapahit untuk dijadikan serambi Masjid Agung Demak.
Dalam upaya pemindahan pendopo Kerajaan Majapahit, Sultan Demak menunjuk Sunan Kalijaga menjadi pemimpin. Sunan Kalijaga seorang tokoh Wali Songo. Beliau terkenal memiliki kelebihan dalam ilmu agama dan kedigdayaan.
Pelaksanaan pemindahan pendopo Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Sunan Kalijaga berjalan lancar. Setelah sampai di Mrapen mereka merasa sangat lelah. Kemudian Sunan Kalijaga memerintahkan rombongan beristirahat di tempat itu.
"Kita beristirahat dulu di sini," perintah Sunan Kalijaga.
"Baik, Sunan. Akan tetapi, di sini tidak ada sungai atau sumber air untuk melepas dahaga, Sunan," jawab salah seorang pengikutnya.
"Baiklah, tunggu saja kalian di sini," kata Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga pergi menjauh dari rombongan. Dia berdoa memohon kepada Allah agar diberi air untuk minum para pengikutnya. Setelah beberapa saat berdoa memohon kepada Allah, Sunan Kalijaga kembali ke tempat para pengikutnya menunggu. Para pengikutnya pun terdiam mengamati sambil menunggu apa yang akan dilakukan Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga mengeluarkan tongkat wasiat dari balik bajunya. Tongkat wasiat itu lalu dia tancapkan ke tanah, kemudian dicabutnya. Aneh tapi nyata, bukan air yang mereka harapkan keluar dari bekas lubang itu, melainkan api. Sejak itulah tempat itu disebut Mrapen.
Kemudian, Sunan Kalijaga berjalan beberapa meter dari tempat dia berdiri. Di sana, dia melakukan hal yang sama dan tiba-tiba memancar air yang jernih.
Para pengikut Sunan Kalijaga menggunakan air yang keluar dari tanah tersebut untuk minum dan menyegarkan tubuh mereka. Setelah beberapa saat beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan ke Demak.
Sampai di Demak para pengikut sunan Kalijaga meneliti barang-barang bawaan mereka. Ternyata ada barang bawaan Sampai di Demak para pengikut Sunan Kalijaga meneliti mereka yang tertinggal di Mrapen, yaitu sebuah batu ompak untuk landasan tiang. Salah seorang pengikutnya melaporkan hal itu ke Sunan Kalijaga.
"Maaf, Sunan. Barang bawaan kita ada yang tertinggal di Mrapen," lapornya.
"Barang apa yang tertinggal?" tanya Sunan Kalijaga dengan tenang.
"Ompak, Sunan. Mohon izin, kami akan segera mengambilnya," izinnya.
"Tidak usah. Ompak itu tidak perlu diambil. Biarkan tetap di sana, sebab nantinya akan banyak gunanya," perintah Sunan Kalijaga.
Para pengikut pun mengikuti perintah Sunan Kalijaga. Mereka mengurungkan niat untuk mengambil ompak tersebut.
Suatu hari, Sunan Kalijaga mengajak Jaka Supa pergi ke hutan. Jaka Supa adalah Putra Tumenggung Supodriyo, seorang Wedana Bupati Kerajaan Majapahit yang berprofesi sebagai Mpu. Mpu adalah orang yang membuat alat perang dari besi.
Jaka Supa sendiri juga telah masuk dalam jajaran para Mpu. Meskipun abdi Majapahit, dia telah belajar agama Islam pada Sunan Kalijaga. "Jaka Supa, hari ini temani aku mencari kayu jati ke hutan," perintah Sunan Kalijaga.
"Maaf. Sunan. Sunan tidak seharusnya mencari sendiri kayu jati ke hutan. Mengapa kita tidak menyuruh orang lain saja," tanya Jaka Supa.
"Aku ingin mencari sendiri kayu jati yang paling bagus untuk dibuat Saka Guru Masjid Agung Demak," jawab Sunan Kalijaga.
"Baiklah, Sunan. Saya akan menemani Sunan ke hutan," kata Jaka Supa.
Mereka pun berangkat ke hutan. dalam perjalanan menuju hutan, mereka bertemu dengan Dewi Rasa Wulan yang sedang Mereka berdua pun berangkat ke hutan. Dalam perjalanan "Tapa Ngidang". Dewi Rasa Wulan adalah adik Sunan Kalijaga yang berasal dari Kadipaten Tuban.
"Kenapa Dinda ada di sini?" tanya Sunan Kalijaga.
"Dinda lari dari Tuban, Kanda," jawab Dewi Rasa Wulan.
"Mengapa Dinda lari?" tanya Sunan Kalijaga.
"Dinda disuruh menikah dengan orang yang tidak dinda suka," ujar Dewi Rasa Wulan.
"Ya, sudah. Mari kanda antar Dinda pulang saja," ajak Sunan Kalijaga.
"Tapi, dinda takut dengan ayah, Kanda," kata Dewi Rasa Wulan.
"Jangan kawatir. Nanti kanda akan menjelaskan ke ayahanda, sehingga ayahanda tidak akan marah," kata Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga mengantarkan Dewi Rasa Wulan ke Tuban. Sesampainya di Tuban, Dewi Rasa Wulan bersedia dikawinkan dengan Jaka Supa.
Pada suatu pagi, ketika Jaka Supa yang dijuluki Mpu Supa sedang membuat keris datanglah Sunan Kalijaga.
"Ada apa pagi-pagi begini Sunan datang ke tempat saya?" tanya Jaka Supa.
"Aku ingin memintamu membuatkan sebuah keris yang bagus. Dan, ini kuberi kau besi ini untuk membuat keris itu," kata Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga mengeluarkan bahan besi sebesar biji asam dari kantongnya. Jaka Supa keheranan. Dengan ragu-ragu dia bertanya, "Dapatkah besi selebar ini dibuat keris, Sunan?"
"Terimalah ini dulu," sahut Sunan Kalijaga.
Ternyata, setelah dipegang Jaka Supa, besi itu menjadi sangat berat dan berubah menjadi sebesar gunung.
Dengan wajah antara takjub dan ketakutan dia pun berkata, "Maafkan saya telah meremehkan perintah Sunan. Perintah sunan akan segera saya laksanakan."
"Tidak apa-apa. Sekarang pergilah ke Mrapen. Buatlah keris ini di sana!" kata Sunan Kalijaga.
"Baiklah, Sunan. Saya akan segera ke Mrapen membawa semua peralatan pande saya," ujar Jaka Supa.
"Tidak perlu kau bawa peralatan pandemu," perintah Sunan Kalijaga.
"Lalu, bagaimana saya dapat menyelesaikan pekerjaan tanpa alat-alat pande saya, Sunan," tanya Jaka Supa.
"Jangan kawatir. Semua alat dan bahan yang kau perlukan untuk membuat keris sudah tersedia di sana," jawab Sunan Kalijaga.
"Baiklah, perintah Sunan akan segera saya laksanakan," kata Jaka Supa.
Mpu Supa pun berangkat ke Mrapen untuk membuat keris pesanan Sunan Kalijaga. Sesampainya di sana, dia menemukan sumber api yang tidak dapat padam, batu ompak, dan mata air yang jernih.
Dia pun mulai membuat keris. Untuk pembakarannya, dia menggunakan api abadi. Untuk landasannya, dia menggunakan batu ompak yang kemudian dikenal dengan sebutan Watu Bobot.
Kemudian, untuk menyepuh besi, Mpu Supa menggunakan mata air yang selanjutnya disebut Sendang Dudo. Anehnya, air sendang yang tadinya jernih setelah dipakai untuk menyepuh keris menjadi mendidih dan berubah warna menjadi kuning kecoklat-coklatan
Akhirnya, sebilah keris yang indah dan kuat pun selesai dikerjakan. Mpu Supa segera menyerahkannya ke Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga sangat puas menerima keris tadi.
Sekarang, Mrapen ramai dikunjungi orang karena keanehannya. Air Sendang Dudo terlihat keruh, selalu mendidih, tetapi tidak panas dan dapat disulut dengan api. Selain itu, jika air dimasukkan ke dalam sebuah gelas, akan berubah warnanya menjadi bening.
Konon, air tersebut memunyai keajaiban untuk menyembuhkan penyakit gatal-gatal.
Kemudian, Batu Bobot juga terkenal. Konon, seseorang yang dapat mengangkat batu itu akan terkabul keinginannya. Keanehan lain di Mrapen adalah api yang keluar dari perut bumi tidak pernah padam meskipun terkena air hujan. Api yang dikenal dengan sebutan Api Abadi Mrapen tersebut digunakan untuk acara ritual keagamaan serta berbagai pesta olahraga.
Api Abadi Mrapen digunakan untuk menyalakan obor upacara Hari Raya Waisak Nasional. Selain itu, Api Abadi Mrapen juga digunakan untuk menyalakan obor Pekan Olah raga Nasional (PON), SEA Games, dan pesta olah raga nasional, regional, dan internasional lainnya.
Sumber: Cerita Rakyat Jawa Tengah (Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud 2014)

Posted by 

Emoticon